Ads 728x90
Cari Blog Ini
Arsip Blog
- Desember 2022 (21)
Diberdayakan oleh Blogger.
PEDOMAN PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR
1. Ruang Lingkup
Pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur ini meliputi ketentuan umum perencanaan uraian deskripsi, ketentuan teknis perencanaan, metode perencanaan, dan contoh-contoh perencanaan.
Perencanaan tebal perkerasan yang diuraikan dalam pedoman ini hanya berlaku untuk konstruksi perkerasan yang menggunakan material bergradasi lepas (granular material dan batu pecah) dan berpengikat.
Petunjuk perencanaan ini digunakan untuk :
Perencanaan perkerasan jalan baru;
Perencanaan pelapisan tambah (Overlay);
Perencanaan konstruksi bertahap (Stage Construction).
Dalam menggunakan pedoman perencanaan tebal perkerasan lentur ini, penilaian terhadap
kekuatan perkerasan jalan yang ada harus terlebih dahulu meneliti dan mempelajari hasil- hasil pengujian di laboratorium dan lapangan. Penilaian ini sepenuhnya tanggung jawab perencana, sesuai dengan kondisi setempat dan pengalamannya.
Cara-cara perencanaantebal perkerasan, selain yang diuraikan dalam pedoman ini dapat juga digunakan, dengan syarat dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan hasil-hasil pengujian para ahli.
2. Acuan
AASHTO Guide for Design of Pavement Structures, 1993.
DOWNLOAD FILE
NAMA FILE : Pedoman Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur 2002
UKURAN : 2.6 mb
terimkasih telah mengunjungi website kami semoga bermanfaat dan berkah. untuk mendapatkan file konsultan teknik sipil lainya atau full blogg, silahkan hubungi kami di 088239601412 atau bisa anda lihat disini.
Perencanaan perkerasan jalan beton semen
1 Ruang Lingkup
Pedoman ini mencakup dasar-dasar ketentuan perencanaan perkerasan jalan, yaitu :
- Analisis kekuatan tanah dasar dan lapis pondasi.
- Perhitungan beban dan komposisi lalu-lintas.
- Analisis kekuatan beton semen untuk perkerasan Pedoman Perkerasan Beton semen ini menguraikan Prosedur Perencanaan Tebal Perkerasan dan contoh Perhitungan. Perkerasan beton semen pra-tegang tidak termasuk di dalam buku ini. Prosedur ini tidak direkomendasikan untuk perencanaan tebal perkerasan di daerah permukiman dan kawasan industri.
2 Acuan Normatif
SNI 03-1731-1989 : Pengujian insitu CBR
SNI 03-1973-1990 : Metode pengujian kuat tekan beton
AASTHO T-222-81 : Non repetitive Static Plate Test of Soil and Flaxible Pavement Components, for Use in Evaluation and Designe of Airport and Highway Pavement.
AASHTO T-128-86 (1990) : Fineness of Hydroulic Cement by the No. 100 (150-μ.m) and No. 200 (75-μ.m).
ASTM – C 78 : Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using Simple Beam with Third-Point Loading).
SNI 03-6388-2000 : Spesifikasi agregat lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas dan lapis petutup.
SNI 03-1743-1989 : Metoda pengujian kepadatan berat isi untuk tanah.
SNI 03-1744-1989 : Metota pengujian CBR laboratorium.
SNI 03-2491-1991 : Metoda pengujian kuat tarik belah beton.
AASHTO M - 155 : Granular Material to Control Pumping Under Concrete Pavemant.
AASHTO M-30-1990 : Zinc-Coated Steel Wire Rope and Futtings for Highway Guardrail.
Austroads (1992) : Pavement Design., A Guide to the Structural Design of Road Pavements. Design of New Rigid Pavements.
DOWNLOAD FILE
NAMA FILE : Perencanaan Perkerasan Jalan Beton Semen
UKURAN : 1.7 mb
terimkasih telah mengunjungi website kami semoga bermanfaat dan berkah. untuk mendapatkan file konsultan teknik sipil lainya atau full blogg, silahkan hubungi kami di 088239601412 atau bisa anda lihat disini.
SILAHKAN DOWNLOAD FILE NSPM PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN SEACRA GRATIS HANYA DI JASA KONSULTAN TEKNIK SIPIL
terimkasih telah mengunjungi website kami semoga bermanfaat dan berkah. untuk mendapatkan file konsultan teknik sipil lainya atau full blogg, silahkan hubungi kami di 088239601412 atau bisa anda lihat disini.
STANDARD ACUAN
Standar yang dipergunakan sebagai acuan desain geometrik adalah :
Petunjuk Perencanaan Geometrik untuk Jalan Antar Kota, September 1997
Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum, Maret 1992
Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol: Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 353/KPTS/M/2001, 22 Juni 2001, Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.
A Policy on Geometric Design of Highway and Streets 2004, AASHTO
Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 74 tahun 1990 tentang Angkutan Peti Kemas di Jalan
Kepmen 53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain
Standar Geometrik Jalan Tol yang diterbitkan NIHON DOROKODAN (Standar Jepang)
Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
Undang-undang No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan
Peraturan Pemerintah No. 15/2005 tentang Jalan Tol
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang jalan
Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol
2. KRITERIA PERENCANAAN
Kriteria perencanaan geometrik terdiri dari :
Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Jalur Utama (lihat Tabel 1.2.1.)
Kriteria Desain Geometrik untuk lokasi Ramp Terminal (lihat Tabel 1.2.2.)
Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Ramp (lihat Tabel 1.2.3.)
Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Akses (lihat Tabel 1.2.4.)
Kriteria Desain Geometrik Jalan Non Tol (lihat Tabel(1.2.5.)
Tabel Superelevasi Main Road, dan Akses (lihat Tabel 1.2.6.)
Tabel Superelevasi Ramp (lihat Tabel 1.2.7.)
Tabel Superelevasi Jalan Non Tol (lihat Tabel 1.2.8 dan 1.2.9)
Tabel 1.2.1.
Kriteria Desain Geometrik Jalan Tol – Jalur Utama
No. | Uraian | Satuan | Standar Desain | Referensi |
(2 @ 2 lajur) | ||||
1 | Kecepatan rencana | kpj | 80 | Ref 1 |
2 | Potongan Melintang |
|
|
|
● Lebar lajur lalu-lintas | m | 3,50 | Ref 1 | |
● Lebar bahu luar | m | 2,50 | Ref 1 | |
● Lebar bahu dalam | m | 0,50 | Ref 1 | |
● Lebar median (termasuk bahu dalam, pemisah-seperator) | m | 3,00 | Ref 1 | |
● Kemiringan melintang normal jalan | % | 2 | Ref 1 | |
● Superelevasi maksimum | % | 8 | Ref 1 | |
● Kemiringan melintang normal bahu luar | % | 2 | Ref 1 | |
● Tinggi ruang bebas vertikal minimum | m | 5,10 | Ref 1 | |
● Tinggi ruang bebas di atas jalan rel kereta api | m | 6,50 | Ref 5 | |
● Tinggi ruang bebas vertikal terhadap Saluran Udara Tegangan Tinggi/Ekstra Tinggi : |
|
|
| |
SUTT 66 kilovolt | m | 8,00 | Ref 4 | |
SUTT 150 kilovolt | m | 9,00 | Ref 4 | |
SUTET 500 kilovolt | m | 15,00 | Ref 4 | |
3 | Jarak pandang henti minimum | m | 110 | Ref 3 |
4 | Parameter alinemen horisontal |
|
|
|
● Jari-jari tikungan minimum | m | 400 | Ref 1 | |
● Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan | m | 1.000 | Ref 1 | |
● Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal | m | 3.500 | Ref 1 | |
● Panjang tikungan minimum | m | 1.000/θ atau 140 | Ref 1 | |
● Panjang lengkung peralihan minimum | m | 70 | Ref 1 | |
● Landai relatif maksimum | m | 1/200 | Ref 1 | |
5 | Parameter alinemen vertikal |
|
|
|
● Landai maksimum | % | 4 | Ref 2 | |
● Lengkung vertikal |
|
|
| |
Jari-jari cembung minimum | m | 4.500 ? | Ref 1 | |
Jari-jari cekung minimum | m | 3.000 ? | Ref 1 | |
Panjang minimum | m | 70 | Ref 1 |
CATATAN :
Ref 1 : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep. PU, Maret 1992
Ref 2 : Ketentuan Teknik, Tata Cara Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Tol: Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 353/KPTS/M/2001, 22 Juni 2001, Dep. Kompraswil.
Ref 3 : DOROKODAN (Standard Jepang)
Ref 4 : Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
Ref 5 : Kepmen 53 Tahun 2000 tentang Perpotongan dan/atau Persinggungan Antara Jalur Kereta Api dengan Bangunan Lain
Ref 6 : Hasil Kajian Jasa Marga/Cipularang.
No. | Uraian | Satuan | Standard Design |
(2 @ 2 lajur) | |||
Seluruh standar pada jalur utama tetap berlaku kecuali hal-hal berikut ini : | |||
1 | Jari-jari tikungan minimum | m | 700 |
2 | Jari-jari minimum lengkung vertikal cembung | m | 6000 |
3 | Jari-jari minimum lengkung vertikal cekung | m | 4000 |
4 | Panjang lajur perlambatan normal minimum (1 lajur) | m | 80 |
5 | Panjang lajur percepatan normal minimum (1 lajur) | m | 160 |
6 | Panjang Taper untuk 1 lajur | m | 50 |
CATATAN : | |||
Sumber : DOROKODAN (Standard Jepang) |
No. | Uraian | Satuan | Standar Desain |
1 | Kecepatan rencana | kpj | 40 |
2 | Potongan Melintang |
|
|
| Lebar lajur lalu-lintas | m | 4,00 |
| Lebar bahu luar | m | 3,00 |
| Lebar bahu dalam | m | 1,00 |
| Lebar median (termasuk bahu dalam) | m | 2,80 |
| Kemiringan melintang normal jalan | % | 2 |
| Superelevasi maksimum | % | 8 |
| Kemiringan melintang normal bahu luar | % | 4 |
| Tinggi ruang bebas vertikal minimum | m | 5,10 |
| Tinggi ruang bebas minimum terhadap SUTET-SUTT : sama dengan jalur utama |
|
|
3 | Jarak pandang henti minimum | m | 40 |
4 | Parameter alinemen horisontal |
|
|
| Jari-jari tikungan minimum | m | 50 |
| Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan | m | 250 |
| Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal | m | 800 |
| Panjang tikungan minimum | m | 500/θ atau 70 |
| Panjang lengkung peralihan minimum | m | 35 |
| Landai relatif maksimum | m | 1/125 |
5 | Parameter alinemen vertikal |
|
|
| Landai maksimum | % | 6 |
| Lengkung vertikal |
|
|
| Jari-jari cembung minimum | m | 450 |
| Jari-jari cekung minimum | m | 450 |
| Panjang minimum | m | 35 |
CATATAN :
Sumber : - Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep. PU, Maret 1992
- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik.
No. | Uraian | Satuan | Standar Desain (2 lajur 2 arah) |
1 | Kecepatan rencana | kpj | 40 |
2 | Potongan Melintang |
|
|
| Lebar lajur lalu-lintas | m | 2 x3,50 |
| Lebar bahu luar | m | 2,00 |
| Lebar median (termasuk bahu dalam, pemisah-seperator) | m | 1,80 |
| Kemiringan melintang normal jalan | % | 2 |
| Superelevasi maksimum | % | 8 |
| Kemiringan melintang normal bahu luar | % | 4 |
| Tinggi ruang bebas vertikal minimum | m | 5,10 |
| Tinggi ruang bebas minimum terhadap SUTET-SUTT: sama dengan jalur utama |
|
|
3 | Jarak pandang |
|
|
| Henti minimum | m | 40 |
| Menyiap minimum | m | 150 |
4 | Parameter alinemen horisontal |
|
|
| Jari-jari tikungan minimum | m | 100 |
| Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan | m | 250 |
| Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal | m | 800 |
| Panjang tikungan minimum | m | 500/θ atau 70 |
| Panjang lengkung peralihan minimum | m | 35 |
| Landai relatif maksimum | m | 1/125 |
5 | Parameter alinemen vertikal |
|
|
| Landai maksimum | % | 6 |
| Lengkung vertikal |
|
|
| Jari-jari cembung minimum | m | 700 |
| Jari-jari cekung minimum | m | 700 |
| Panjang minimum | m | 35 |
CATATAN :
Sumber : - Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep. PU, Maret 1992
- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
No. | Uraian | Satuan | Standar Desain | Standar Desain | Standar Desain |
|
|
| Nasional / Propinsi | Jalan Kabupaten | Jalan Desa / Lokal |
1 | Kecepatan rencana | kpj | 60 | 40 | 20 |
2 | Potongan Melintang |
|
|
|
|
| Lebar lajur lalu-lintas | m | 2 @ 3,5 m | 2 @ 3,00 m | 3,00/4,50 |
| Lebar bahu luar | m | 1,00 | 1,00 | 1,00 |
| Kemiringan melintang normal jalan | % | 2 | 2 | 2 |
| Superelevasi maksimum | % | 8 | 10 | 10 |
| Kemiringan melintang normal bahu luar | % | 4 | 4 | 4 |
| Tinggi ruang bebas vertikal minimum | m | 5,10 | 4,60 | 4,60 |
| Tinggi ruang bebas minimum terhadap SUTET-SUTT: sama dengan jalur utama |
|
|
|
|
3 | Jarak pandang henti minimum | m | 75 | 40 | 20 |
4 | Jarak pandangan menyiap | m | 350 | 200 | 100 |
5 | Parameter alinemen horisontal |
|
|
|
|
| Jari-jari tikungan minimum | m | 135 | 45 | 15 |
| Jari-jari tikungan minimum tanpa peralihan | m | 600 | 250 | 60 |
| Jari-jari tikungan minimum kemiringan normal | m | 2 | 800 | 200 |
| Panjang tikungan minimum | m | 700/θ atau 100 | 500/θ atau 70 | 280/θ atau 40 |
| Panjang lengkung peralihan minimum | m | 50 | 35 | 20 |
| Landai relatif maksimum | m | 1/175 | 1/125 | Jan-75 |
6 | Parameter alinemen vertikal |
|
|
|
|
| Landai maksimum | % | 6 | 8 | 10 |
| Lengkung vertikal |
|
|
|
|
| Jari-jari cembung minimum | m | 4.5 | 700 | 200 |
| Jari-jari cekung minimum | m | 3 | 700 | 200 |
| Panjang minimum | m | 50 | 35 | 20 |
CATATAN :
Sumber : - Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan, Ditjen Bina Marga, Dep. PU, Maret 1992
- Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No. 01.P/14/MPE/1992 tentang Ruang Bebas Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Tegangan Ekstra tinggi (SUTET) untuk penyaluran tenaga listrik
Tabel 1.2.6.
Superelevasi Main Road dan Akses
Kemiringan Normal = 2 %
e max = 8 %
Superelevasi (%) | Jari-jari Lengkungan (m) | |||
100 kpj | 80 kpj | 60 kpj | 40 kpj | |
8 | 415≤ R≤ 500 | 255≤ R≤325 | 135≤ R≤180 | 55≤ R≤80 |
7 | 500≤ R≤ 595 | 325≤ R≤ 405 | 180≤ R≤ 240 | 80≤ R≤ 105 |
6 | 595≤ R≤ 720 | 405≤ R≤500 | 240≤ R≤305 | 105≤ R≤145 |
5 | 720≤ R≤ 895 | 500≤ R≤635 | 305≤ R≤395 | 145≤ R≤190 |
4 | 895≤ R≤ 1170 | 355≤ R≤840 | 395≤ R≤535 | 190≤ R≤265 |
3 | 1170≤ R≤1665 | 840≤ R≤1210 | 535≤ R≤785 | 265≤ R≤390 |
2 | 1665≤ R≤5000 | 1210≤ R≤3500 | 785≤ R≤2000 | 390≤ R≤800 |
Tabel 1.2.7.
Superelevasi Ramp
Kemiringan Normal = 2 %
e max = 8 %
Superelevasi (%) | 60 kpj | 40 kpj |
8 | 155≤R≤170 | 50≤R≤70 |
7 | 170≤R≤225 | 70≤R≤95 |
6 | 225≤R≤295 | 95≤R≤130 |
5 | 295≤R≤390 | 130≤R≤185 |
4 | 390≤R≤530 | 185≤R≤225 |
3 | 530≤R≤725 | 225≤R≤385 |
2 | 725≤R≤2000 | 385≤R≤800 |
Tabel 1.2.8. Superelevasi Jalan Non Tol (Jalan Propinsi/Kabupaten)
Kemiringan normal = 2%
Superelevasi (%) | Jari-jari Lengkungan (m) |
60 kpj | |
8 | 135 ≤ R < 210 |
7 | 210 ≤ R < 270 |
6 | 270 ≤ R < 345 |
5 | 345 ≤ R < 460 |
4 | 460 ≤ R < 640 |
3 | 640 ≤ R < 995 |
2 | 995 ≤ R < 2000 |
Tabel 1.2.9. Superelevasi Jalan Non Tol (Jalan Desa/ lokal)
Kemiringan normal = 2%
Superelevasi (%) | Jari-jari Lengkungan (m) | |
40 kpj | 20 kpj | |
6 | 60 ≤ R < 115 | 15 ≤ R < 30 |
5 | 115 ≤ R < 180 | 30 ≤ R < 50 |
4 | 180 ≤ R < 285 | 50 ≤ R < 75 |
3 | 285 ≤ R < 475 | 75 ≤ R < 125 |
2 | 475 ≤ R < 800 | 125 ≤ R < 200 |
BATAS RUANG BEBAS
Batas ruang bebas horisontal dan vertikal dari jalan tol dan jalan raya lainnya dilukiskan dalam Gambar 1.3.1. Tinggi ruang bebas sebesar 5,10 m dipakai untuk jalan tol, jalan arteri dan jalan kolektor. Untuk jalan lokal, ruang bebas adalah 4,60 m (Jalan Tipe II Kelas IV).
Kedalaman ruang bebas sekurang-kurangnya 1,50 m di bawah permukaan jalur lalu lintas terendah.
Ruang bebas untuk SUTT atau SUTET disajikan seperti pada Gambar 1.3.2, 1.3.3, 1.3.4, dan 1.3.5.
Kasus 1 : Ruang bebas untuk jalur lalu lintas dengan bahu jalan
Kasus 2 : Ruang bebas jalur lalu lintas pada jembatan dengan bentang 50 m atau lebih, atau pada terowongan
Kasus 3 : Ruang bebas untuk jalur lalu lintas pada jalan tidak ada bahunya
Kasus 4 :
H = 5.10 m untuk tipe I, kelas I dan tipe II kelas I, kelas II dan kelas III.
Untuk jalan tipe II kelas III di mana bus tingkat tidak boleh lewat, H dapat diperkecil menjadi 4,6 m
H = 4.6 m untuk jalan tipe II dan kelas IV
a = 1.0 m atau lebih kecil dari lebar bahu
b = 4.6, bila H 4.6 m makadapat diambil = 4.1 m.
d = 0.75 m untuk jalan-jalan tipe I
0.50 m untuk jalan-jalan tipe II.
Kasus 5 : Ruang bebas untuk trotoar dan jalur sepeda
Pengukuran garis bebas
Tinggi ruang bebas diukur antara sejajar permukaan jalan dan permukaan itu sendiri.
Lebar ruang bebas diukur di antara garis tegak lurus permukaan kemiringan normal jalan. Pada bagian dengan superelevasi, garis batas vertikal harus tegak lurus terhadap permukaan jalur lalu lintas.
Gambar 1.3.1. Ruang Bebas Kendaraan
Sumber : Standar Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan Tahun 1992,
hal. 19 – 21.
Ruang Bebas (Clearance) untuk jalan tol, jalan Nasional, jalan Propinsi, Jalan Kabupaten, Jalan Desa, serta untuk lintasan listrik yang berupa Saluran Udara Tegangan Tinggi dan Ekstra Tinggi (SUTT) dan SUTET) dapat dilihat pada Gambar 1.3.2, 1.3.3 dan 1.3.4.
Gambar 1.3.2 Ruang Bebas SUTT 150 KV
Gambar 1.3.3. Ruang Bebas SUTT 500 KV Sirkit Tunggal
Gambar 1.3.4. Ruang Bebas SUTT 500 KV Sirkit Ganda
TIPIKAL POTONGAN MELINTANG
Untuk lebih memudahkan standar Geometrik, khususnya dimensi jalan, tipikal potongan melintang disajikan dalam Gambar 1.4.1, 1.4.2, 1.4.3 dan 1.4.4.
Gambar 1.4.1: Tipikal Jalan Utama
Gambar 1.4.3: Tipikal Jalan Akses
Gambar 1.4.3: Tipikal Jalan sepeda Motor
Ads 728x90